Senin, 29 Juni 2009

money laundring

Money Laundring

Pendahuluan

Bagi negara seperti indonesia yang menghadapi persoalan hukum dimana banyak pelaku kejahatan raib dan proceeds of crime dan berbagai kejahatann yang disembunyikan diluar negeri, kejelasan politik hukum dan keberadaan suatu perundand-undangan yang mengatur mengenai bantuan timbal balik dalam masalah pidana (mutual legal assistance in criminal maaters atau MLA) dirasakan mutlak diperlukan. Dalam penanganan perkara tindak pidana pencucian uang, keberadaan sistem MLA ini ini sangat penting terutama didalam mengupayakan pengembalian proceeds of crime atau yang dikenal dengan proses asset recovery.

Sejalan dengan hal itu, pengembangan perbankan syariah di indonesia telah menawarkan beberapa kondep dasar prinsip syariah,salah satu diantaranya yaitu bahwa prinsip syariah dalam kegiatan ekonomi keuangan khususnya perbankan syariah diupayakan menghindari kegiatan yang dilarang, baik dalam larangan produk jasa dan proses yang merugikan serta berbahaya, maupun larangan penggunaan sumber dana ilegal dan secara tidak adil. Hal ini selaras dengan tujuan prinsip mengenal nasabah sebagai implementasi dari pembangunan rezim anti pencucian uang(anti money laundring regime) yaitu agar penyedia jasa keuangan (financial service provider) tidak digunakan sebagai sarana dan sarana kegiatan pencucian uang yang tidak halal.

Oleh karena itu, perbankan nasional diwajibkan mempunyai dan menerapkan kebijakan dan sistem know your customer principle sehingga manajemen bank dan otoritas perbankan dapat dapat mewaspadai terjadinya transaksi yang mencurigakan. kegagalan bank untuk menetapkan kebijakkan dan sistem dimaksud dapat menimbulkan akibat hukum baik sanksi perdata (berupa pidana denda) maupun sanksi pidana( berupa pidana penjara dan atau denda) terhadap bank tesebut.

Dalam bahasan berikut akan diuraikan bagaimana termasuk perbankan syariah mendukung dan berperan aktif dalam membangun rezim anti pencucian uang secara efektif dan penjelasan mengenai pengertian money laundring dan penjelasannya.

[2]

Pengertian

Tak seorangpun yang benar-benar mengetahui kapan tepatnya Tindak Pidana Pencucian Uang itu pertama kali dimulai, namun telah terjadi dan berjalan ribuan tahun yang lalu. Dalam “Lord of the Rim” Sterling Seagrave telah menjelaskan bagaimana para pedagang di Cina 2000 tahun lalu sebelum kelahiran nabi Isa AS telah menyembunyikan kekayaan mereka dari pihak penguasa yang akan mengambil harta mereka dan akan menghukum mereka. Penyembunyian dan penyimpanan harta ini dimaksudkan agar jangan diketahui bahwa harta itu adalah berasal dari suatu kejahatan,

Inilah Pengertian sederhananya money laundering.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa money laundering adalah suatu proses untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan yang diperoleh dari suatu kejahatan seolah-olah sah dan menghindari penuntutan dan atau penyitaan, hasil akhir dari proses tersebut adalah diharapkan menjadi uang/harta yang seolah-olah sah.

Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 pada pasal 1 angka 1 dijelaskan pengertian Pencucian Uang sebagai berikut :

“Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah”

Sebagai gambaran seperti apa Tindak Pidana Pencucian Uang kita lihat salah satu Pemberitan kasus yakni pembobolan Bank BNI sebesanr Rp. 1,7 triliun melalui L/C fiktif dengan adanya pemberian kredit ekspor letter of credit (L/C) oleh pihak cab. BNI Utama Kebayoran Baru.Bobolnya uang sejumlah 1.7 triliun rupiah bermula dari PT. Gramarindo Mega Indonesia (Perusahaan milik Erri Lumowa dan Adrian Woworuntu) mengajukanpermohonan pembiayaan ekspor impor dari BNI Cab Kebayoran Baru Jakarta Selatan. PT Gramarindo rencananya akan melakukan ekspor pasir dan minyak residu ke negara-negara Afrika dan Timur Tengah, dalam mengajukan permohonan pembiayaan tersebut PT. Gramarindo mendapatkan jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya, The Wall Street Banking Corporation, Middle East Bank Kenya Ltd, Ross Bank Swissdan Bank One (New York).

Berdasarkan L/C yang dipecah-pecah menjadi 80 L/C kecil namun keseluruhannya berjumlah 1,7 triliun rupiah tersebut, menghasilkan uang kredit ekspor dalam mata uang dollar dan Euro yang telah dicairkan sejak bulan Juli 2002 sampai bulan Juli 2003. Belakangan baru diketahu kalau ternyata ekspor tersebut hanya fiktif belaka, yaitu dengan membuat dokumen ekspor fiktif, PT. Gramarindo Group dapat menikmati uang dan menggunakan uang tersebut.

Dalam transaksi perdagangan luar negeri, terjadi hubungan dagang antara penjual dari suatu negara dan pembeli dari negara lainnya. Untuk kelancaran transaksi dagang antara suatu negara dan negara lainnya dibutuhkan pengertian dan kerjasama yang baik dan saling menguntu[3]ngkan serta tetap berpedoman kepada ketentuan-ketentuan hukum dagang dari masing-masing negara.

Salahsatu cara pembayaran yang dipergunakan didalam perdagangan luar negeri adalah cara kredit dokumenter, yaitu dengan mempergunakan warkat berharga yang disebut Letter Of Credit (L/C).

Apabila terjadi perjanjian jual beli barang (sales contract) antara penjual (seller) di Indonesia dan pembeli (buyer) dari Kenya untuk sejumlah barang tertentu, maka dalam perjanjian jual beli tersebut eksportir (penjual) mensyaratkan pembeli harus mengirimkan uangnya terlebih dahulu, kemudian setelah menerima uang dimaksud pihak eksportir baru akan mengapalkan barang-barang ekspornya. Dilain pihak pembeli dapat meminta agar pihak eksportir harus mengirimkan barang-barangnya terlebih dahulu ke Kenya, dan setelah diterimanya barang-barang tersebut, barulah kemudian pihak pembeli akan mengirimkan uangnya. Dengan gambaran tersebut terlihat bahwa masing-masing pihak bermaksud mengamankan kepentingan masing-masing terlebih dahulu. Oleh karena itu diperlukan pemberian jasa dari pihak ketiga lainnya misalnya Bank terutama Bank Devisa. Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang melayani kepentingan dari pihak[4] yang memakai jasa bank, dengan tanpa mengabaikan keuntungan bank baik secara langsung maupun tidak langsung.[5]

Letter of Credit (L/C) merupakan suatu warkat yang diterbitkan oleh suatu bank atas permintaan pihak pemakai jasa (applicant) atau pembeli yang ditujukan kepada pihak ketiga lainnya, yang mengakibatkan bank pembuka L/C (opening bank) untuk ;

a. melakukan pembayaran kepada pihak ketiga (beneficiary) atau ordernya, atau harus membayar, mengaksep atau menegosiasi (mengambil alih) wesel-wesel (perintah tertulis) tanpa syarat sebagai pembayaran pada waktu tertentu dikemudian hari) yang ditarik oleh beneficiary/supplier/penjual atau;

b. memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran yang dimaksud, atau harus membayar, mengaksep atau menegosiasi wesel-wesel itu atas penyerahan dokumen-dokumen yang ditentukan dan sesuai syarat serta kondisi dari kredit yang bersangkutan.

Pemerintah sangat kesulitan untuk melacak dimana uang-uang haram hasil kejahatan tersebut disembunyikan, karena para pelaku dengan kelihaiannya dapat menyembunyikan uang tersebut dengan berbagai cara salah satunya adalah melalui proses pencucian uang yang lazim disebut money laundering. Prosesnya dilakukan melalui berbagai transaksi yang rumit dan menyesatkan sehingga sulit untuk dideteksi/ dilacak.

Proses atau modus operandi money laundering ini umumnya bervariasi sesuai dengan status social dan tingkat pendidikan pelakunya. Kecenderungannya semakin tinggi status social dan tingkat pendidikan pelaku maka semakin lihai ia untuk menyembunyikan harta hasil dari kejahatannya.

Modus operandi yang sering terjadi dalam tindak pidana money laundering ada 3 tahap yaitu :

1. Penempatan; dimana pelaku menempatkan uang atau harta yang diperoleh dari suatu tindak pidana ke dalam suatu tempat yang dianggap aman seperti masuk dalam system perbankan.

2. Pelapisan ; layering yaitu kegiatan untuk menghilangkan jejak asal uang haram tersebut dengan menciptakan berbagai transaksi yang berlapis-lapis. Dalam kejahatan money laundring yang berskala sederhana transaksi yang diciptakan tidak terlalu rumit, yaitu misalnya mentransfer uang haram tersebut ke negara lain dalam bentuk mata uang asing, pembelian saham atas tunjuk, bisnis property dan lain sebagainya. Sedangkan dalam kejahatan yang telah terorganisir termasuk white collar crime yang banyak terjadi akhir-akhir ini, transaksinya selain komplek juga berlapis-lapis, sehingga sulit untuk dilacak. Uang haram tersebut dapat dengan mudah berpindah dari satu rekening ke rekening lainnya baik di dalam maupun diluar negeri, apalagi dengan dalih berlindung dibalik kerahasian bank, terutama di negara-negara yang memang memberi kemudahan untuk membuka rekening dan kerahasian banknya sangat ketat seperti di Swiss, Hongkong, Panama dan Kepulauan Caymand. Untuk melakukan transaksi-transaksi antara negara/ benua bagi pelaku sangat mudah dilakukan karena pelaku biasanya sudah mempunyai jaringan transaksi internasional seperti dalam kasus narkotika.

3. Integrasi atau penyatuan yaitu melakukan integrasi ataupun penyatuan uang haram tersebut kepada kegiatan-kegiatan perekonomian atau bisnis yang semula memang sah dan normal. Tahap ini adalah tahap yang cukup sulit untuk dilakukan pelacakan karena sudah sangat sulit untuk mengenali harta/ uang haram karena sudah bercampur aduk dengan bisnis yang sah.

Adapun lembaga-lembaga selain perbankan yang sering dijadikan sarana untuk melakukkan Pencucian Uang adalah :

1. Perusahaan efek yang melakukan fungsi sebagai perantara pedagang efek

2. Perusahaan Asuransi dan Broker Pembiayaan.

3. Akuntan, Pengacara dan Notaris

4. Surveyor dan Agen Real Estate

5. Kasino dan Perjudian lainnya

6. Pedagang logam mulia; money broker

7. Dealer barang-barang antik, dealer mobil serta penjual barang-barang mewah dan berharga.

Jika kita cermati mengapa kejahatan money laundering yang saat ini terjadi sulit untuk diberantas hal ini disebabkan kurang seriusnya Pemerintah untuk menanggulanginya buktinya, Indonesia baru mempunyai Undang-Undang tindak pidana pencucian uang sejak tahun 2002 yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 15 tahun 2002 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 25 tahun 2003. Padahal kejahatan money laundering jauh sebelumnya telah terjadi di Indonesia, sehingga negara hampir bankrut akibat resesi.

Mengingat kejahatan money laundering adalah kejahatan transnasional maka sangat diperlukan kerjasama antar negara untuk menanggulanginya. Sejauh ini kerjasama internasional (konvensi) untuk memerangi kejahatan money laundering hanyalah menyangkut kejahatan Narkotika, sedangkan untuk tindak pidana lainnya seperti tindak pidana korupsi, penyelundupan dan tindak pidana ekonomi lainnya belum dilakukan.

Masalah lain yaitu belum serius dan tidak terbukanya lembaga-lembaga merespons penanggulangan tindak pidana pencucian uang/ money laundering. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketakutan akan berkurangnya keuntungan yang akan diperoleh oleh lembaga keuangan tersebut. Selama ini lembaga keuangan selalu berlindung dibalik adanya kerahasiann bank, sekalipun pada aturan-aturan tidak tertulis telah ditetapkan bahwa mengungkapkan keadaan keuangan seseorang nasabah dengan didasarkan pada suatu iktikad baik (good faith) tidak dapat dituntut secara perdata/pidana, namun tidak semua bank mau bersifat transparan; hal ini dapat dipahami karena kerahasiaan bank merupakan jiwa dari system perbankan yang didasarkan pada kelaziman dalam praktek perbankan, perjanjian/ kontrak antara bank dengan nasabah, serta peraturan tertulis yang ditetapkan oleh negara

Menghadapi hal seperti ini tentunya akan sulit untuk memaksa bank dan lembaga keuangan lainnya untuk mau membantu menanggulangi kejahatan ini, walaupun dengan berbagai peraturan yang ketat sekalipun. Keuntungan yang akan mereka dapat lebih besar jika dibandingkan dengan resiko yang akan mereka hadapi, apalagi untuk membuktikan mereka terlibat sebagai orang yang turut serta dalam kejahatan ini sangat sulit, karena tidak ada satu ketentuanpun yang mengharuskan pihak bank harus meneliti kebenaran uang yang disimpan nasabahnya.

Namun yang terpenting sebenarnya untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang /money laundering adalah dengan mencegah dan memberantas kejahatan pokok yang menyebabkan terjadinyamoney laundering.

Daftar pustaka

v Majalah Hukum Nasional no.1 tahun 2007, Depkumham.

v Majalah Hukum Nasional no.2 tahun 2005, Depkumham.



[2] Majalah Hukum Nasional BPHN No.1 tahun 2001

[3] Majalah Hukum Nasional no.5 tahun 2005

4. internet

5. www.bpk.co.id

1 komentar:

  1. Play Online Baccarat in the UK | Free Play & No Deposit Bonus
    We've got some of the best online baccarat febcasino games in the UK, 카지노 including the UK's famous Free Baccarat and 메리트 카지노 more.

    BalasHapus